Kamis, 05 Maret 2009

Insiden Gagang Sapu


PUKUL setengah tiga dini hari kemarin, entah kenapa tiba-tiba saya terjaga dari tidur. Mata saya langsung tertuju pada jendela di sudut kamar. Saya terkejut mendapati ada sebatang gagang sapu menyembul dari luar jendela, bergerak perlahan melintasi depan komputer yang terletak di dekat jendela. 


Refleks saya mengambil posisi duduk. Sontak gagang sapu itu pun terlempar ke dalam, atau lebih tepatnya dilempar ke dalam oleh seseorang—entah siapa—yang berada di luar jendela sana. Tapi waktu itu kondisi saya masih setengah sadar.
Pada saat hampir bersamaan, suami saya membuka mata. Otak saya masih linglung. Bagaimana mungkin gagang sapu bisa masuk sendiri lewat jendela? pikir saya keheranan. Saya pun memberitahu keberadaan gagang sapu yang kini tergeletak di lantai itu pada suami saya. Suami saya langsung membenahi pakaiannya, bangkit, lalu keluar kamar untuk mengecek.
Beberapa saat kemudian, suami kembali ke kamar. Katanya, tak ada apa-apa di luar sana. Pintu pagar pun tetap tertutup rapat. Saya baru tersadar akan kemungkinan rumah kami baru saja disatroni orang yang punya niat jahat. Saya lalu mengingat-ingat. Setelah gagang sapu dilempar ke dalam kamar, saya tak mendengar apa-apa. Tak ada suara langkah orang berlari atau suara pintu gerbang dibuka. Berarti, orang itu pasti melompat tembok, yang jaraknya tak sampai dua meter dari jendela kamar kami. Tembok itu memang relatif rendah sehingga mudah untuk dilompati.
Saya lalu mengamati barang-barang di dekat jendela. Ada barang berharga apa, ya? Ternyata, di atas CPU komputer, yang jaraknya sekitar satu setengah meter dari jendela, tergeletak tas pinggang suami saya. Tentu benda itulah yang diincar maling itu! Ia hendak meraih tas pinggang itu dengan menggunakan gagang sapu yang disambungkan dengan pipa. Pasti ia mengira ada uang di dalam tas itu. Padahal, isinya cuma sebuah flash disk. Kasihan sekali kau, wahai maling yang malang! 
Saya lalu bersiap hendak melanjutkan tidur. Tapi insiden barusan cukup mengganggu pikiran saya, sehingga mata ini sulit sekali terpejam. Saya kembali mengingat-ingat kronologis kejadian. Dan keheranan menyelimuti hati saya. Bagaimana bisa saya terbangun tepat pada waktunya? Apa atau siapa yang membuat saya terbangun? Padahal tak ada suara gaduh, dan saya tidak sedang kebelet kencing. 
Sepanjang sisa dini hari, saya masih tak percaya ada maling yang menyatroni rumah kami. Selama ini, saya menganggap lingkungan kami aman-aman saja. Makanya, saya kerap menyepelekan hal-hal terkait keamanan. Salah satunya, membiarkan jendela kamar tak digerendel. Padahal, kami biasa tidur malam dengan kondisi lampu tetap menyala. Gorden kamar yang tersibak angin kerap membuat orang yang melintas di jalanan depan rumah bisa melihat sepintas isi kamar kami.
Pagi setelah hari terang, saya mengecek ke halaman rumah. Tampak ijuk sapu yang biasa digunakan Ibu menyapu car port, tergeletak mengenaskan di atas rumput. Maling itu telah mematahkan gagangnya. Di depan jendela kamar saya, beberapa batang pipa air sisa pembangunan rumah terlihat berserakan. Kami tak pernah menyangka barang-barang sepele yang diletakkan sembarangan seperti itu bisa dimanfaatkan orang luar untuk melaksanakan niat jahatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...