Memandangi wajah damaimu terlelap malam ini, Nak …
Bunda teringat pada segala hiruk-pikuk perayaan hari ibu hari ini
Kau tahu, Nak?
Tak sedikit pun Bunda berharap ada yang mengucapkan “selamat hari ibu” pada Bunda hari ini
Apalagi disertai bait-bait puisi indah, untaian doa yang membuat
trenyuh, atau sekadar permintaan maaf seperti tertulis pada status
Facebook teman-teman Bunda hari ini
Ucapan-ucapan semacam itu hanya akan membuat Bunda sedih
Karena Bunda merasa belum menjadi ibu sejati, yang pantas menerima
segala ucapan selamat, untaian doa, bait-bait puisi, dan permintaan maaf
itu
Karena sesungguhnya, Bunda yang harus meminta maaf padamu
Maafkan Bunda, Nak …
Atas sebagian harimu yang hampa karena Bunda lebih sibuk dengan dunia Bunda sendiri
Atas bentakan-bentakan yang tak sengaja Bunda lontarkan saat mulut
kecilmu tak henti berceloteh dan Bunda merasa terlalu lelah untuk
menanggapinya
Atas segala perilaku Bunda yang tidak terpuji, dan terpaksa kautiru karena ketidakmengertianmu
Atas tidak maksimalnya usaha Bunda untuk dekat dengan-Nya, sehingga
doa-doa Bunda untukmu tak cukup khusyuk untuk mendapat ijabah-Nya
Atas ketidakmampuan Bunda menjadi madrasah terbaik bagimu, dan justru Bunda yang banyak belajar darimu
Memilikimu hampir 5 tahun ini, Nak, adalah anugerah terindah bagi Bunda
Tidakkah kau merasa Bunda juga anugerah terindah bagimu?
Maafkan Bunda jika kau tak merasakan hal yang sama
Beri Bunda kesempatan untuk memperbaiki diri Bunda, Nak
Beri Bunda kesempatan untuk belajar menjadi ibu sejati
Hingga suatu saat nanti, Bunda pun layak menerima ucapan itu:
“SELAMAT HARI IBU”
Jimbaran, 22 Desember 2010, 07:57 pm
Dedicated to my beloved son, Raihan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar